SUMSELPOS.COM – Sektor pariwisata jadi program prioritas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sekaligus misi Kepala Daerah, yakni untuk mewujudkan pariwisata Riau yang berdaya saing. Diantara konsep pariwisata yang ditawarkan adalah wisata halal. Berbagai upaya ditempuh untuk membangun pondasi sektor pariwisata halal. Teranyar adalah even pelatihan para usahawan dan pelaku yang bergerak di bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) digelar oleh Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Riau pada 6-7 September 2021 di Pekanbaru, diperuntukan bagi UMKM dan Industri Rumah Tangga (IRT). Selain untuk mendorong UMKM proaktif mengembangkan usaha, juga membekali peserta dengan pengetahuan berikut fasilitasi untuk mendapatkan sertifikasi halal. Biaya sertifikasi pun dibebankan ke APBD Provinsi Riau.
Upaya untuk membangun pariwisata halal di Provinsi Riau dengan memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan sertifikasi halal dari LP POM-MUI patut diapresiasi. Langkah tadi diharapkan tak sebatas momen tertentu atau sekedar simbolik dan seremonial. Namun diharapkan dapat dilakukan secara masif dan berkelanjutan. Karena potensi wisata halal jadi primadona belakangan. Bahkan sejumlah negara mayoritas non-muslim turut berkompetisi membangun brand image wisata halal. Upaya tadi dianggap wajar karena berkaca pada data bahwa sektor halal memiki ketahanan cukup baik di masa pandemi. Menurut Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah dari Bank Indonesia, tahun 2020 saat perekonomian Indonesia terkoreksi cukup dalam sebesar 2,1%, sektor halal hanya mengalami koreksi sebesar 1,7%. Pemerintah pun belakangan mulai beri perhatian khusus terhadap sektor halal melihat potensi sangat besar.
Prospek
Industri halal secara global diperkirakan terus berkembang pesat sejalan meningkatnya populasi dan kesejahteraan penduduk muslim dunia. Berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy Report 2019-2020, populasi penduduk muslim diperkirakan akan mencapai sekitar 2,2 miliar jiwa di 2030 atau tumbuh sekitar 29,4% dibanding populasi di 2014. Dari sisi kesejahteraan, Produk Domestik Bruto (PDB) negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) diproyeksi tumbuh 6,2% pada 2023, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB dunia yang diperkirakan sebesar 5,8%. Ditambah Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Total konsumsi produk halal penduduk Indonesia di 2025 diperkirakan mencapai US$218,8 miliar atau tumbuh 5,3% per tahun. Peringkat nilai indikator ekonomi Islam Indonesia juga berada di peringkat ke-4 dunia, naik 1 peringkat dari posisi tahun sebelumnya.
Berangkat dari peluang di atas, sangat beralasan sektor wisata halal butuh intervensi kebijakan. Dari segi regulasi, Pemerintah sudah menerbitkan PP No. 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. PP tersebut diharapkan dapat memberi kemudahan dan kepastian bagi pelaku usaha mendapatkan sertifikasi halal. Selain itu, mengingat sektor halal kebanyakan dijalankan oleh pelaku UMKM, Pemerintah juga sudah memperkuat komitmen pengembangan UMKM melalui penerbitan PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Asa dari kedua PP dimaksud dapat menggenjot pengembangan sektor halal dan UMKM. Adapun di tingkat daerah, Pemprov Riau sudah lebih dulu mengakomodir konsep halal dengan menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Riau nomor 18 tahun 2019 tentang Pariwisata Halal. Supaya lebih berdaya, perlu diselaraskan dengan peraturan terbaru. Tujuan Pergub sebagai pedoman bagi pengelola pariwisata memberi pelayanan pariwisata halal, dengan Ruang lingkup meliputi: destinasi halal, pemasaran, Industri Pariwisata, kelembagaan, pembinaan dan pengawasan serta pembiayaan. Contoh paling sederhana tentunya produk pangan yang ramah wisatawan muslim di destinasi wisata yang ada di Riau.
Bersiap
Membangun wisata halal tentu tak instan. Regulasi bukan jaminan tanpa diiringi komitmen untuk mengimplementasikan plus dukungan anggaran. Perihal disebut terakhir tentu berkaitan dengan alokasi. Konsep wisata halal butuh Sumber Daya Manusia (SDM) dan produk yang unggul dan handal. Disamping juga menajemen tata niaga semisal pemasaran produk. Dengan keterbatasan anggaran daerah, urusan pariwisata dianggap bukan prioritas utama, malah kerap dikorbankan. Dalam hal ini perlu strategi memanfaatkan sumber pembiayaan lain. Sebenarnya banyak sumber yang bisa diandalkan. Diantaranya anggaran pusat yang dialokasikan untuk membangun sektor pariwisata dan industri kreatif termasuk anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sering tidak terserap secara maksimal. PEN dapat disinergikan untuk memperkuat UMKM dan IRT, dengan tujuan mereka bisa menjelma sebagai pemain utama. Dengan begitu, keuntungan wisata daerah lebih dirasakan dampaknya bagi masyarakat lokal. Selama ini kelemahan wisata nasional justru di sini. Destinasi favorit seperti Bali misalnya. Investasi sektor pariwisata lebih didominasi pemodal asing sehingga masyarakat lokal sekedar penonton. Data Dinas Pariwisata Bali bahkan menyebut hampir 80 persen keuntungan pariwisata Bali lari keluar. Selama pandemi Pemda Bali sadar dan berupaya membangun konsep ekonomi baru agar masyarakat lokal mendapat limpahan keuntungan lebih banyak dari sektor pariwisata.
Berangkat dari pemaparan di atas dan fenomena dunia pariwisata nasional, perlu strategi matang. Dalam rangka membangun wisata Riau, perlu bekal blueprint dan perencanaan tersistematis. Sehingga setiap langkah pembenahan wisata daerah dapat tergambar dengan baik dan terukur. Contohnya membantu manajemen keuangan mana subsektor yang dibiayai dari APBD dan mana yang dapat memanfaatkan sumber pembiayaan lain. Selama ini pengembangan wisata Riau cenderung “buta map” (baca: berjalan tanpa tahu arah). Kalaupun ada dokumen perencanaan malah tidak jadi acuan. Masa pandemi harusnya bukan untuk berleha-leha. Justru hikmah pandemi ibarat tombol reset, memulai kehidupan baru. Artinya kesempatan emas untuk mengevaluasi, mematangkan rencana dan membenahi segala kekurangan, untuk kemudian bersiap mengambil ancang-ancang berlari ke depan. Berpacu dan berkompetisi ketika keadaan mulai membaik dan pulih. Di banyak negara seperti tetangga kita Malaysia malahan sudah memantapkan arah beranjak ke fase endemi. Mereka sudah berbenah dan bersiap menggerakan sektor pariwisata dengan konsep lebih baik dan berbeda dengan kondisi sebelum pandemi.
*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi sumselpos.com