China akan membangun sebuah bendungan raksasa di dekat perbatasan dengan India. Hal ini berpotensi meningkatkan ketegangan dari kedua belah pihak.
Bendungan raksasa itu rencananya akan dibangun di Sungai Yarlung Tsangpo, Tibet, yang terletak dekat perbatasannya dengan India.
Proyek ambisius ini diperkirakan mampu menghasilkan energi tiga kali lipat dari Bendungan Tiga Ngarai, bendungan terbesar di dunia saat ini.
Langkah ini disebut sebagai bagian dari upaya Beijing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan infrastruktur energi besar-besaran.
Dilansir dari Bloomberg Technoz, Sabtu, 28 Desember 2024, pemerintah China telah menyetujui pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga air tersebut, sebagaimana dilaporkan kantor berita Xinhua.
Namun, hingga kini belum ada rincian lebih lanjut mengenai rencana pembangunan, termasuk jadwal pelaksanaan dan detail teknis lainnya.
Berdasarkan laporan sebelumnya, biaya investasi proyek ini mencapai 1 triliun yuan atau sekitar Rp2.217 triliun, menjadikannya salah satu proyek infrastruktur termahal dalam sejarah.
Namun, pembangunan ini memicu kekhawatiran India, mengingat Sungai Yarlung Tsangpo mengalir ke wilayah Arunachal Pradesh yang masih disengketakan, sebelum bermuara ke sungai utama di India.
Ketegangan kedua negara sebelumnya memuncak pada bentrokan perbatasan 2020 yang menewaskan puluhan tentara dari kedua belah pihak. Proyek ini dikhawatirkan dapat memberikan China kendali strategis atas aliran air yang sangat penting bagi India.
David Fishman, manajer senior di Lantau Group, mengatakan bahwa proyek ini akan memakan waktu lebih dari satu dekade untuk selesai. Ia juga menilai bahwa kebutuhan energi Tibet tidak sebanding dengan kapasitas yang direncanakan, sehingga listrik harus disalurkan ke wilayah lain di China.
“Ini adalah proyek rekayasa besar, tetapi pihak-pihak di hilir sungai, termasuk India, khawatir akan dampaknya terhadap aliran air,” ungkapnya.
Ketika dimintai komentar, Kementerian Luar Negeri India enggan memberikan tanggapan lebih lanjut. Sementara itu, pihak China mengklaim telah melakukan kajian panjang terkait proyek ini dan berkomitmen memastikan dampaknya tidak merugikan negara-negara di hilir.
Beijing juga menyatakan terus berbagi data hidrologi dan bekerja sama dengan negara-negara tetangga dalam pencegahan bencana serta pengelolaan air.
Selain potensi dampak geopolitik, proyek ini juga menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan lingkungan. Kawasan sekitar sungai adalah cagar alam nasional dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.
Para aktivis lingkungan telah lama mengkritik rencana tersebut, khawatir akan dampaknya terhadap ekosistem lokal dan spesies langka seperti harimau Tibet.
Pemerintah China tampaknya menyadari sensitivitas ini, terbukti dari penyensoran artikel yang mempertanyakan dampak proyek terhadap lingkungan.
Tenaga air saat ini merupakan sumber energi terbesar kedua di China, menyumbang 14% dari total bauran energi nasional. Namun, perubahan iklim dan periode kekeringan yang lebih panjang telah mengurangi efisiensi tenaga air.
Dalam kondisi ini, China tetap berupaya membangun bendungan raksasa ini untuk meningkatkan kapasitas energi nasionalnya, meski proyek ini menghadapi tantangan teknis, biaya, dan potensi konflik regional yang signifikan.***